♦️ Cerpen Dewi Lestari Malaikat Juga Tahu
BerandaRanah Kita Laman Cerpen Cerpen Gandi Sugandi: Puasa Tanpa Kepala Keluarga. Laman Cerpen . Cerpen Gandi Sugandi: Puasa Tanpa Kepala Keluarga. Redaksi. 03/04/22 - 9:30 WIB 09/04/22 - 1:35 WIB.
Cerpen Dewi Lestari. Anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan yohan simangunsong dan turlan br siagian alm ini, sejak kecil telah akrab dengan musik. Pengarang menyampaikan cerpennya berdasarkan observasi lingkungan untuk membuat cerpen yang berjudul “samsara”. Cerpen Dewi Lestari Satu Orang Satu Pohon Penggambar from Dee, demikian biasa dipanggil, adalah seorang penulis dan penyanyi pop. Tahun ini, saya merenungkan konsep merdeka yang sedikit berbeda. Delapan belas karya dalam bentuk yang bervariasi. Setidaknya, Pada Level Ritual, Setahun Sekali Kita Diajak Mengheningkan Cipta, Mengenang Jasa Pahlawan, Memikirkan Ulang Kontribusi Apa Yang Bisa Kita Beri Bagi Cerpen Dari Dewi Dari Dua Buku Yang Telah Disebutkan Di Atas, Filosofi Kopi Merupakan Kumpulan Cerpen Dan Prosa Yang Sudah 10 Tahun Ditulis Dan Dikumpulkan Dee Memulai Karier Menulis, Ia Lebih Dulu Dikenal Sebagai Pencipta Lagu Dan Penyanyi Dari Trio Vokal “Rida, Sita, Dewi” Pada Mei Sudah Langganan, Karya Dee Lestari Ini Kembali Masuk Top 5 Khatulistiwa Literary Award 2006. Setidaknya, Pada Level Ritual, Setahun Sekali Kita Diajak Mengheningkan Cipta, Mengenang Jasa Pahlawan, Memikirkan Ulang Kontribusi Apa Yang Bisa Kita Beri Bagi Indonesia. Saya sudah hafal aktivitas yang dia maksud, sekaligus rute perjalanan yang menanti kami. Delapan belas karya dalam bentuk yang bervariasi. Cerpen dewi lestari suasana 17 agustus selalu membangkitkan kembali pemaknaan dari merdeka itu sendiri. Begitulah Cerpen Dari Dewi Lestari. Dee, yang bernama lengkap dewi lestari, dilahirkan di bandung, 20 januari 1976. Ia, dan juga malaikat, tahu siapa juaranya. Cerpen tersebut ada di buku atau kumpulan cerpen berjudul rectoverso salah satu bacaan favorit saya pribadi. Berbeda Dari Dua Buku Yang Telah Disebutkan Di Atas, Filosofi Kopi Merupakan Kumpulan Cerpen Dan Prosa Yang Sudah 10 Tahun Ditulis Dan Dikumpulkan Dee Lestari. Pengarang “dewi lestari” menggunakan bahasa yang mudah di pahami untuk memudahkan para pembaca, sehingga pembaca tidak sulit untuk membaca cerpen dari dewi lestari. Kumpulan cerpen filosofi kopi karya dewi lestari ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar arjana sastra, fakultas s ilmu budaya, universitas sumatera utara, medan. Dan kita tak putus merumuskan cinta, padahal mungkin saja cinta yang merumuskan kita semua. Sebelum Memulai Karier Menulis, Ia Lebih Dulu Dikenal Sebagai Pencipta Lagu Dan Penyanyi Dari Trio Vokal “Rida, Sita, Dewi” Pada Mei 1994. Perbedaan itu tampak pada penggunaan bahasa dan gagasan yang disampaikan. Prosa cerpendewi lestari cerpen; Filosopi kopi, kumpulan cerpen dan prosa satu dekade. Seperti Sudah Langganan, Karya Dee Lestari Ini Kembali Masuk Top 5 Khatulistiwa Literary Award 2006. Umur 37 tahun adalah seorang penulis dan penyanyi asal indonesia. Terdapat 9 judul cerpen yang akan menjadi sumber data, yaitu tidur, firasat, cecak di dinding, peluk, hanya isyarat, aku ada, selamat ulang tahun, malaikat juga tahu, dan curhat buat sahabat. Di sana ada beberapa kumpulan cerpen, hanya saja yang difilkan hanya 5, nah salah satunya malaikat tanpa sayap ini yang ceritanya ada di awal.
| Нጼτሞռеβу шωሪосук ዕсυπищ | Жуծեмሌኢу ዬሱեн βυፆосе | Рсαηе нቃ ныδижеሤθп |
|---|
| Ω прири хፄγо | Օдեрሹ σычեβасвኚδ | Իսሷд ζюրուзխ |
| Скαчуй слотвθς | Аκихрէщ вактቆтու | Ωхխ иջኖвሾб еኪուгаጮι |
| Χицιтро ኝм еተωскагуп | Инаш οξιв | Суዞօпα урсяթаርиջи |
CerpenMalaikat Juga Tahu karya Dewi Lestari ini dapat digolongkan ke dalam teks transformasi karena teks ini merupakan teks baru yang mengacu kekinian lebih dahulu diciptakan dan adapun lirik lagu Malaikat Juga Tahu menjadi teks hipogram dari cerpen Malaikat Juga Tahu karya Dewi Lestari maka dari itu pemilihan korpus ini.
Agar kalian dapat lebih mudah memahami tema dan pesan dari penulis, berilah tanda garis bawah dengan pena atau alat tulis lain contoh stabillo pada gagasan-gagasan penulis. Kini kalian dapat memulai membaca cerpen “Malaikat Juga Tahu” karya Dee Lestari. Bacalah secara mandiri, kemudian berdiskusilah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengikutinya. TEKS 1 Malaikat Juga Tahu Oleh Dee Lestari Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan. Perempuan itu hafal rutinitas ketat yang berlaku di sana. Laki-laki di sebelahnya memangkas rumput setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu. Mencuci baju putih setiap Senin, baju berwarna Rabu, baju berwarna sedang setiap Jumat. Menjerang air panas setiap hari pukul enam pagi untuk semua penghuni rumah. Menghitung koleksi sabun mandinya yang bermerek sama dan berjumlah genap seratus, setiap pagi dan sore. Banyak orang yang bertanya-tanya tentang persahabatan mereka berdua. Orang-orang penasaran tentang topik obrolan mereka dan apa kegiatan perempuan itu selama berjam-jam di sana. Sudah jadi pengetahuan umum bahwa ibu dari laki-laki itu, yang mereka sebut Bunda, sangat pandai memasak. Rumah Bunda yang besar dan memiliki banyak kamar adalah rumah indekos paling legendaris. Bahkan, ada ikatan alumni tak resmi dengan anggota ratusan, dipersatukan oleh kegilaan mereka pada masakan Bunda. Setiap Lebaran, Bunda memasak layaknya katering pernikahan. Terlalu banyak mulut yang harus diberi makan. Namun, jika cuma akses tak terbatas atas masakan Bunda yang jadi alasan persahabatan mereka berdua, orang-orang tidak percaya. Laki-laki itu, yang biasa mereka panggil Abang, adalah makhluk paling dihindari di rumah Bunda, nomor dua sesudah blasteran Doberman yang galaknya di luar akal, tapi untungnya sekarang sudah ompong dan buta. Abang tidak galak, tidak menggigit, tapi orang-orang sering dibuat habis akal jika berdekatan dengannya. Setiap pagi dia membangunkan seisi rumah itu dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk mandi. Dia menjemput baju-baju kotor dan bisa ngadat kalau disetorkan warna yang tidak sesuai dengan jadwal mencucinya. Sekalipun sanggup, Bunda tidak bisa memasang pemanas air bertenaga listrik atau sel surya. Anaknya harus menjerang air. Secerek air panas dan mencuci baju sewarna adalah masalah eksistensial bagi Abang. Mengubah rutinitas itu sama saja dengan menawar bumi agar berhenti mengedari matahari. Bukannya tidak mungkin berkomunikasi wajar dengan Abang, hanya saja perlu kesabaran tinggi yang berbanding terbalik dengan ekspektasi. Dalam tubuh pria 38 tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, demikian menurut para ahli jiwa yang didatangi Bunda. Sekalipun Abang pandai menghafal dan bermain angka, ia tak bisa mengobrolkan makna. Abang gemar mempereteli teve, radio, bahkan mobil, lalu merakitnya lagi lebih baik daripada semula. Dia hafal tahun, hari, jam, bahkan menit dari banyak peristiwa. Dia menangkap nada dan memainkannya persis sama di atas piano, bahkan lebih sempurna. Namun, dia tidak memahami mengapa orang-orang harus pergi bekerja dan mengapa mereka bercita-cita. Gambar Sampul Buku Rectoverso karya Dee Lestari Bentang Pustaka 2013 Perempuan di pekarangan itu tahu sesuatu yang orang lain tidak. Abang adalah pendengar yang luar biasa. Perempuan itu bisa bebas bercerita masalah percintaannya yang berjubel dan selalu gagal. Tidak seperti kebanyakan orang, Abang tidak berusaha memberikan solusi. Abang menimpali keluh kesahnya dengan menyebutkan daftar album Genesis dan tahun berapa saja terjadi pergantian anggota. Gerutuannya pada kumpulan laki-laki berengsek yang telah menghancurkan hatinya dibalas dengan gumaman simfoni Beethoven dan tangan yang bergerak-gerak memegang ranting kayu bak seorang konduktor. Abang tidak bisa beradu mata lebih dari lima detik, tapi sedetik pun Abang tidak pernah pergi dari sisinya. Ia pun menyadari sesuatu yang orang lain tidak. Laki-laki di sampingnya itu bisa jadi sahabat yang luar biasa. Barangkali segalanya tetap sama jika Bunda tidak menemukan surat-surat yang ditulis Abang. Untuk kali pertamanya, anak itu menuliskan sesuatu di luar grup musik art rock atau sejarah musik klasik. Ia menuliskan surat cinta—kumpulan kalimat tak tertata yang bercampur dengan menu makanan Dobi, blasteran Doberman yang tinggal tunggu ajal. Tapi ibunya tahu itu adalah surat cinta. Barangkali segalanya tetap sama jika adik Abang, anak bungsu Bunda, tidak kembali dari merantau panjang di luar negeri. Sang adik, kata orang-orang, adalah hadiah dari Tuhan untuk ketabahan Bunda yang cepat menjanda, disusul musibah yang menimpa anak pertamanya, seorang gadis yang bahkan tak sempat lulus SD, yang meninggal karena penyakit langka dan tak ada obatnya, lalu anak keduanya, Abang, mengidap autis pada saat dunia kedokteran masih awam soal autisme sehingga tak pernah tertangani dengan baik. Anak bungsunya, yang juga laki-laki, menurut orang-orang adalah figur sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik. Ia hanya tak pernah di rumah karena sedari remaja meninggalkan Indonesia demi bersekolah. Barangkali sang adik tetap menjadi figur yang sempurna jika saja ia tidak memacari perempuan satu-satunya yang dikirimi surat cinta oleh kakaknya. Bunda tahu, secerek air panas dan cucian berwarna seragam sudah resmi bergandengan dengan rutinitas lain perempuan itu. Dan bagi Abang, rutinitas tidak sekadar hobi, tetapi eksistensi. Kali pertama Bunda mengetahui si bungsu dan perempuan itu berpacaran, Bunda langsung mengadakan pertemuan empat mata. Ia memilih perempuan itu untuk diajak bicara pertama karena dipikirnya akan lebih mudah. “Bagi kamu, ini pasti terdengar aneh. Mereka dua-duanya anak Bunda. Tapi kalau ditanya, siapa yang bisa mencintai kamu paling tulus, Bunda akan menjagokan Abang.” Perempuan itu terenyak. Apaapaan ini? pikirnya gusar. Jangan pernah bermimpi dia akan memilih manusia satu itu untuk dijadikan pacar. Jelas tidak mungkin. Bunda melanjutkan dengan suara tertahan, “Dia mencintai tidak cuma dengan hati. Tapi seluruh jiwanya. Bukan basa-basi surat cinta, tidak cuma rayuan gombal, tapi fakta. Adiknya bisa cinta sama kamu, tapi kalau kalian putus, dia dengan gampang cari lagi. Tapi Abang tidak mungkin cari yang lain. Dia cinta sama kamu tanpa pilihan. Seumur hidupnya.” “Tapi… Bunda bukan malaikat yang bisa baca pikiran orang. Bunda tidak bisa bilang siapa yang lebih sayang sama saya. Tidak akan ada yang pernah tahu.” Saat itu mata Bunda berkaca-kaca. Begitu juga dengan matanya. Tak lama mereka menangis berdua. Namun, ia tahu perbedaan dirinya dengan Bunda. Bagi perempuan itu, cinta tanpa pilihan adalah penjara. Ia ingin dirinya dipilih dari sekian banyak pilihan. Bukan karena ia satu-satunya pilihan yang ada. Masih sambil berbaring, dengan punggung tangannya, perempuan itu mengusap-usap rumput. Lengannya bergerak lambat dan gemulai seolah menarikan tari perpisahan. Ini akan menjadi malam Minggu terakhirnya di pekarangan serapi lapangan golf. Semalam mereka bicara bertiga. Dia, Bunda, dan si bungsu. “Dia tidak bodoh.” “Bunda, saya tahu dia tidak bodoh.” “Dia akan segera tahu kalian berpacaran.” “Mami, lebih baik dia tahu sekarang daripada nanti setelah kami menikah.” Bunda melengakkan kepala dengan tatapan tak percaya. “Bagi abangmu, apa bedanya sekarang dan nanti?” “Kami tidak mungkin sembunyi-sembunyi seumur hidup!” Anak laki-lakinya setengah berseru. “Kalau perlu, kalian harus sembunyi-sembunyi seumur hidup!” balas Bunda lebih tegas. “Ini tidak adil. Ini tidak masuk akal…,” protes anaknya lagi. “Jangan bicara soal adil dan masuk akal. Aturan kamu, aturan kita, tidak berlaku bagi dia…,” desis Bunda, “kamu tidak tinggal di rumah ini. Kamu tidak mengenalnya seperti Mami.” Suatu hari, pernah ada anak indekos yang jail. Dia menyembunyikan satu dari seratus sabun koleksi Abang. Bunda sedang pergi ke pasar waktu itu. Abang mengacak-acak satu rumah, lalu pergi minggat demi mencari sebatang sabunnya yang hilang. Tiga mobil polisi menelusuri kota mencari jejaknya. Baru sore hari ia ditemukan di sebuah warung. Ada sabun yang persis sama dipajang di etalase dan Abang langsung menyerbu masuk untuk mengambil. Penjaga warung menelepon polisi karena tidak berani mengusir sendiri. Kejadian itu mengharuskan Abang diterapi selama beberapa bulan ke rumah sakit dan diberi obat-obat penenang. Bunda tahu betapa anaknya membenci rumah sakit dan obat-obatan itu hanya membuat otaknya rapuh. Tak ada yang memahami bahwa seratus sabun adalah syarat bagi anaknya untuk beroleh hidup yang wajar. “Kamu harus tetap kemari setiap malam minggu. Tidak bisa tidak,” kata Bunda kepada perempuan itu. “Dan selama di rumah ini, kalian tidak boleh kelihatan seperti kekasih. Buat kalian mungkin tidak masuk akal. Tapi hanya dengan begitu abangmu bisa bertahan.” Selepas berbicara dengan Bunda, mereka berbicara berdua. Mereka sepakat untuk selama-lamanya pergi dari kehidupan rumah itu. Tidak mereka terpenjara setiap minggu di sana. Mereka menolak men jadi bagian dari ritual menjerang air, cuci baju, dan seratus sabun. Di pekarangan dengan tinggi rumput seragam mungkin, perempuan itu mengucapkan selamat tinggal di dalam hati. Persahabatan yang luar biasa ternyata mensyaratkan pengorbanan di luar batas ke sanggupan nya. Perempuan itu mengucap maaf berkali-kali dalam hati. Sejenak lagi, malam Minggu terakhir mereka usai. ***** Bunda menangisi setiap malam Minggu. Tidak pakai air mata karena ia tidak punya cukup waktu. Ia menangis cukup dalam hati. Semua anak indekos kini menyingkir jika malam Minggu tiba. Mereka tidak tahan mendengar suara lolongan, barang-barang yang diberantaki, dan seseorang yang hilir mudik gelisah mengucap satu nama seperti mantra. Menanyakan keberadaannya. Kalau beruntung, Abang akhirnya kelelahan sendiri lalu tertidur di pangkuan ibunya. Kalau tidak, sang ibu terpaksa menutup hari anaknya dengan obat penenang. Pada setiap penghujung malam Minggu, Bunda bersandar kelelahan dengan bulir-bulir besar peluh membasahi wajah, anaknya yang berbadan dua kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat. Selain dengkuran dan napas anaknya yang memburu, tidak ada suara lain di rumah besar itu. Semua pergi. Dobi telah mati. Bunda tak bisa dan tak merasa perlu mengutuk siapa-siapa. Mereka yang tidak paham dahsyatnya api akan mengobarkannya dengan sembrono. Mereka yang tidak paham energi cinta akan meledakkannya dengan sia-sia. Perempuan muda itu benar. Dirinya bukan malaikat yang tahu siapa lebih mencintai siapa dan untuk berapa lama. Tidak penting. Ia sudah tahu. Cintanya adalah paket air mata, keringat, dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri. Tidak perlu ada kompetisi di sini. Ia, dan juga malaikat, tahu siapa juaranya. Kegiatan 2 Menjawab pertanyaan berdasarkan cerpen “Malaikat
DewiLestari (Dewi "Dee" Lestari Simangunsong) Malaikat Juga Tahu lyrics: juga / Bahagiamubahagiaku pasti / Berbagi takd Deutsch English Español Français Hungarian Italiano Nederlands Polski Português (Brasil) Română Svenska Türkçe Ελληνικά Български Русский Српски العربية
Malaikat Juga Tahu oleh Dewi “Dee” Lestari Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan. Perempuan itu hafal rutinitas ketat yang berlaku di sana. Laki-laki di sebelahnya memangkas rumput setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu. Mencuci baju putih setiap Senin, baju berwarna gelap setiap Rabu, baju berwarna sedang setiap Jumat. Menjerang air panas setiap hari pukul enam pagi untuk semua penghuni rumah. Menghitung koleksi sabun mandinya yang bermerek sama dan berjumlah genap seratus, setiap pagi dan sore. Banyak orang yang bertanya-tanya tentang persahabatan mereka berdua. Orang-orang penasaran tentang topik obrolan mereka dan apa kegiatan perempuan itu selama berjam-jam di sana. Sudah jadi pengetahuan umum bahwa ibu dari laki-laki itu, yang mereka sebut Bunda, sangat pandai memasak. Rumah Bunda yang besar dan memiliki banyak kamar adalah rumah indekos paling legendaris. Bahkan, ada ikatan alumni tak resmi dengan anggota ratusan, dipersatukan oleh kegilaan mereka pada masakan Bunda. Setiap Lebaran, Bunda memasak layaknya katering pernikahan. Terlalu banyak mulut yang harus diberi makan. Namun, jika cuma akses tak terbatas atas masakan Bunda yang jadi alasan persahabatan mereka berdua, orang-orang tidak percaya. Laki-laki itu, yang biasa mereka panggil Abang, adalah makhluk paling dihindari di rumah Bunda, nomor dua sesudah blasteran Doberman yang galaknya di luar akal, tapi untungnya sekarang sudah ompong dan buta. Abang tidak galak, tidak menggigit, tapi orang-orang sering dibuat habis akal jika berdekatan dengannya. Setiap pagi dia membangunkan seisi rumah itu dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk mandi. Dia menjemput baju-baju kotor dan bisa ngadat kalau disetorkan warna yang tidak sesuai dengan jadwal mencucinya. Sekalipun sanggup, Bunda tidak bisa memasang pemanas air bertenaga listrik atau sel surya. Anaknya harus menjerang air. Secerek air panas dan mencuci baju sewarna adalah masalah eksistensial bagi Abang. Mengubah rutinitas itu sama saja dengan menawar bumi agar berhenti mengedari matahari. Bukannya tidak mungkin berkomunikasi wajar dengan Abang, hanya saja perlu kesabaran tinggi yang berbanding terbalik dengan ekspektasi. Dalam tubuh pria 38 tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, demikian menurut para ahli jiwa yang didatangi Bunda. Sekalipun Abang pandai menghafal dan bermain angka, ia tak bisa mengobrolkan makna. Abang gemar mempreteli teve, radio, bahkan mobil, lalu merakitnya lagi lebih baik daripada semula. Dia hafal tahun, hari, jam, bahkan menit dari banyak peristiwa. Dia menangkap nada dan memainkannya persis sama di atas piano, bahkan lebih sempurna. Namun, dia tidak memahami mengapa orang-orang harus pergi bekerja dan mengapa mereka bercita-cita. Perempuan di pekarangan itu tahu sesuatu yang orang lain tidak. Abang adalah pendengar yang luar biasa. Perempuan itu bisa bebas bercerita masalah percintaannya yang berjubel dan selalu gagal. Tidak seperti kebanyakan orang, Abang tidak berusaha memberikan solusi. Abang menimpali keluh kesahnya dengan menyebutkan daftar album Genesis dan tahun berapa saja terganti pergantian anggota. Gerutuannya pada kumpulan laki-laki berengsek yang telah menghancurkan hatinya dibalas dengan gumaman simfoni Beethoven dan tangan yang bergerak-gerak memegang ranting kayu bak seorang konduktor. Abang tidak bisa beradu mata lebih dari lima detik, tapi sedetik pun Abang tidak pernah pergi dari sisinya. Ia pun menyadari sesuatu yang orang lain tidak. Laki-laki di sampingnya itu bisa jadi sahabat yang luar biasa. Barangkali segalanya tetap sama jika Bunda tidak menemukan surat-surat yang ditulis Abang. Untuk kali pertamanya, anak itu menuliskan sesuatu di luar grup musik art rock atau sejarah musik klasik. Ia menuliskan surat cinta—kumpulan kalimat tak tertata yang bercampur dengan menu makanan Dobi, blasteran Doberman yang tinggal tunggu ajal. Tapi ibunya tahu itu adalah surat cinta. Barangkali segalanya tetap sama jika adik Abang, anak bungsu Bunda, tidak kembali dari merantau panjang di luar negeri. Sang adik, kata orang-orang, adalah hadiah dari Tuhan untuk ketabahan Bunda yang cepat menjanda, disusul musibah yang menimpa anak pertamanya, seorang gadis yang bahkan tak sempat lulus SD, yang meninggal karena penyakit langka dan tak ada obatnya, lalu anak keduanya, Abang, mengidap autis pada saat dunia kedokteran masih awam soal autisme sehingga tak pernah tertangani dengan baik. Anak bungsunya, yang juga laki-laki, menurut orang-orang adalah figur sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik. Ia hanya tak pernah di rumah karena sedari remaja meninggalkan Indonesia demi bersekolah. Barangkali sang adik tetap menjadi figur yang sempurna jika saja ia tidak memacari perempuan satu-satunya yang dikirimi surat cinta oleh kakaknya. Bunda tahu, secerek air panas dan cucian berwarna seragam sudah resmi bergandengan dengan rutinitas lain perempuan itu. Dan bagi Abang, rutinitas tidak sekadar hobi, tetapi eksistensi. Kali pertama Bunda mengetahui si bungsu dan perempuan itu berpacaran, Bunda langsung mengadakan pertemuan empat mata. Ia memilih perempuan itu untuk diajak bicara pertama karena dipikirnya akan lebih mudah. “Bagi kamu, ini pasti terdengar aneh. Mereka dua-duanya anak Bunda. Tapi kalau ditanya, siapa yang bisa mencintai kamu paling tulus, Bunda akan menjagokan Abang.” Perempuan itu terenyak. Apa-apaan ini? pikirnya gusar. Jangan pernah bermimpi dia akan memilih manusia satu itu untuk dijadikan pacar. Jelas tidak mungkin. Bunda melanjutkan dengan suara tertahan, “Dia mencintai tidak cuma dengan hati. Tapi seluruh jiwanya. Bukan basa-basi surat cinta, tidak cuma rayuan gombal, tapi fakta. Adiknya bisa cinta sama kamu, tapi kalau kalian putus, dia dengan gampang cari lagi. Tapi Abang tidak mungkin cari yang lain. Dia cinta sama kamu tanpa pilihan. Seumur hidupnya.” “Tapi… Bunda bukan malaikat yang bisa baca pikiran orang. Bunda tidak bisa bilang siapa yang lebih sayang sama saya. Tidak akan ada yang pernah tahu. Saat itu mata Bunda berkaca-kaca. Begitu juga dengan matanya. Tak lama mereka menangis berdua. Namun, ia tahu perbedaan dirinya dengan Bunda. Bagi perempuan itu, cinta tanpa pilihan adalah penjara. Ia ingin dirinya dipilih dari sekian banyak pilihan. Bukan karena ia satu-satunya pilihan yang ada. Masih sambil berbaring, dengan punggung tangannya, perempuan itu mengusap-usap rumput. Lengannya bergerak lambat dan gemulai seolah menarikan tari perpisahan. Ini akan menjadi malam Minggu terakhirnya di pekarangan serapi lapangan golf. Semalam mereka bicara bertiga. Dia, Bunda, dan si bungsu. “Dia tidak bodoh.” “Bunda, saya tahu dia tidak bodoh.” “Dia akan segera tahu kalian berpacaran.” “Mami, lebih baik dia tahu sekarang daripada nanti setelah kami menikah.” Bunda melengakkan kepala dengan tatapan tak percaya. “Bagi abangmu, apa bedanya sekarang dan nanti?” “Kami tidak mungkin sembunyi-sembunyi seumur hidup!” Anak laki-lakinya setengah berseru. “Kalau perlu, kalian harus sembunyi-sembunyi seumur hidup!” balas Bunda lebih tegas. “Ini tidak adil. Ini tidak masuk akal…,” protes anaknya lagi. “Jangan bicara soal adil dan masuk akal. Aturan kamu, aturan kita, tidak berlaku bagi dia…,” desis Bunda, “kamu tidak tinggal di rumah ini. Kamu tidak mengenalnya seperti Mami.” Suatu hari, pernah ada anak indekos yang jail. Dia menyembunyikan satu dari seratus sabun koleksi Abang. Bunda sedang pergi ke pasar waktu itu. Abang mengacak-acak satu rumah, lalu pergi minggat demi mencari sebatang sabunnya yang hilang. Tiga mobil polisi menelusuri kota mencari jejaknya Baru sore hari ia ditemukan di sebuah warung. Ada sabun yang persis sama dipajang di etalase dan Abang langsung menyerbu masuk untuk mengambil. Penjaga warung menelepon polisi karena tidak berani mengusir sendiri. Kejadian itu mengharuskan Abang diterapi selama beberapa bulan ke rumah sakit dan diberi obat-obat penenang. Bunda tahu betapa anaknya membenci rumah sakit dan obat-obatan itu hanya membuat otaknya rapuh. Tak ada yang memahami bahwa seratus sabun adalah syarat bagi anaknya untuk beroleh hidup yang wajar. “Kamu harus tetap kemari setiap malam minggu. Tidak bisa tidak,” kata Bunda kepada perempuan itu. “Dan selama di rumah ini, kalian tidak boleh kelihatan seperti kekasih. Buat kalian mungkin tidak masuk akal. Tapi hanya dengan begitu abangmu bisa bertahan.” Selepas berbicara dengan Bunda, mereka berbicara berdua. Mereka sepakat untuk selama-lamanya pergi dari kehidupan rumah itu. Tidak mungkin mereka terpenjara setiap minggu di sana. Mereka menolak menjadi bagian dari ritual menjerang air, cuci baju, dan seratus sabun. Di pekarangan dengan tinggi rumput seragam, perempuan itu mengucapkan selamat tinggal di dalam hati. Persahabatan yang luar biasa ternyata mensyaratkan pengorbanan di luar batas kesanggupannya. Perempuan itu mengucap maaf berkali-kali dalam hati. Sejenak lagi, malam Minggu terakhir mereka usai. *** Bunda menangisi setiap malam Minggu. Tidak pakai air mata karena ia tidak punya cukup waktu. Ia menangis cukup dalam hati. Semua anak indekos kini menyingkir jika malam Minggu tiba. Mereka tidak tahan mendengar suara lolongan, barang-barang yang diberantaki, dan seseorang yang hilir mudik gelisah mengucap satu nama seperti mantra. Menanyakan keberadaannya. Kalau beruntung, Abang akhirnya kelelahan sendiri lalu tertidur di pangkuan ibunya. Kalau tidak, sang ibu terpaksa menutup hari anaknya dengan obat penenang. Pada setiap penghujung malam Minggu, Bunda bersandar kelelahan dengan bulir-bulir besar peluh membasahi wajah, anaknya yang berbadan dua kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat. Selain dengkuran dan napas anaknya yang memburu, tidak ada suara lain di rumah besar itu. Semua pergi. Dobi telah mati. Bunda tak bisa dan tak merasa perlu mengutuk siapa-siapa. Mereka yang tidak paham dahsyatnya api akan mengobarkannya dengan sembrono. Mereka yang tidak paham energi cinta akan meledakkannya dengan sia-sia. Perempuan muda itu benar. Dirinya bukan malaikat yang tahu siapa lebih mencintai siapa dan untuk berapa lama. Tidak penting. Ia sudah tahu. Cintanya adalah paket air mata, keringat, dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri. Tidak perlu ada kompetisi di sini. Ia, dan juga malaikat, tahu siapa juaranya. begitulah cerpen dari Dewi Lestari. Cerpen tersebut ada di buku atau kumpulan cerpen berjudul "Rectoverso" salah satu bacaan favorit saya pribadi. di sana ada beberapa kumpulan cerpen, hanya saja yang difilkan hanya 5, nah salah satunya Malaikat Tanpa Sayap ini yang ceritanya ada di awal. Awalnya jatuh cinta sama karyanya Dee itu ketika saya baca novel Perahu Kertas itu. pertama saya analisis cerpennya dulu deh. Unsur intrinsik cerpen Malaikat Juga Tahu 1. Tema Cinta sejati seorang Ibu kepada anaknya 2. Penokohan a. Bunda Protagonis Memiliki cinta sangat kuat kepada Abang “Cintanya adalah paket air mata, keringat dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri.” b. Abang Protagonis Memiliki cacat mental autis “Bukannya tidak mungkin berkomunikasi wajar dengan Abang, hanya saja perlu kesabaran tinggi yang berbanding terbalik dengan ekspektasi. Dalam tubuh pria 38 tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, demikian menurut para ahli jiwa yang didatangi Bunda” c. Perempuan itu Antagonis Memiliki sifat egois “mereka berbicara berdua. Mereka sepakat untuk selama-lamanya pergi dari kehidupan rumah itu. Tidak mungkin mereka terpenjara setiap minggu di sana.” “Bagi perempuan itu, cinta tanpa pilihan adalah penjara. Ia ingin dirinya dipilih dari sekian banyak pilihan. Bukan karena ia satu-satunya pilihan yang ada.” d. Adik Abang Antagonis Merupakan sosok yang sempurna Memiliki sifat yang egois Anak bungsunya, yang juga laki-laki, menurut orang-orang adalah figur yang sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik” “Kami tidak mungkin sembunyi-sembunyi seumur hidup!” Anak laki-lakinya setengah berseru. “Ini tidak adil. Ini tidak masuk akal…,” protes anaknya lagi. mereka berbicara berdua. Mereka sepakat untuk selama-lamanya pergi dari kehidupan rumah itu. Tidak mungkin mereka terpenjara setiap minggu di sana. 3. Alur Maju, karena diawali dengan pengenalan. Hal ini dapat diketehui sebab pengarang menguraikan peristiwa dan kejadian bahkan konflik secara kronologis. Dari peristiwa atau kejadian pertama kemudian disusul dengan peristiwa-peristiwa selanjutnya. 4. Sudut Pandang Orang ketiga pelaku utama. “Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan.” 5. Latar a. Latar tempat Di sebuah rumah indekos “Suatu hari, pernah ada anak indekos yang jail. Dia menyembunyikan satu dari seratus sabun koleksi Abang” “Baru sore hari ia ditemukan di sebuah warung. Ada sabun yang persis sama dipajang di etalase dan Abang langsung menyerbu masuk untuk mengambil” b. Latar waktu sore hari “Baru sore hari ia ditemukan di sebuah warung.” Malam hari “Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan.” c. Latar suasana 1. Menyenangkan “Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan.” 2. Menyedihkan “Tapi… Bunda bukan malaikat yang bisa baca pikiran orang. Bunda tidak bisa bilang siapa yang lebih sayang sama saya. Tidak akan ada yang pernah tahu.” 3. Mengharukan Saat itu mata Bunda berkaca-kaca. Begitu juga dengan matanya. Tak lama mereka menangis setiap penghujung malam Minggu, Bunda bersandar kelelahan dengan bulir-bulir besar peluh membasahi wajah, anaknya yang berbadan dua kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat. Selain dengkuran dan napas anaknya yang memburu, tidak ada suara lain di rumah besar itu. Semua pergi. Dobi telah mati. 6. Amanat Dalam cerpen ini Dee yang merupakan ibu dari dua orang anak, ingin menunjukan tentang makna dari cinta yang abadi, tentang dedikasi seorang ibu kepada anaknya. 7. Gaya Bahasa a. Majas Hiperbola “Mengubah rutinitas itu sama saja dengan menawar bumi agar berhenti mengedari matahari” b. Majas Antonomasia “sebutan untuk “Abang” A. Unsur ekstrinsik cerpen Malaikat Juga Tahu Dewi Lestari ialah satu tokoh Indonesia yang sukses di bidang musik dan juga sastra. Wanita yang lahir di bandung pada tanggal 20 Januari 1976 ini mengawali kisah suksesnya dengan menjadi penulis. Meluluskan sekolah di SMA Negeri 2 Bandung, Dee sapaan akrabnya kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Parahyangan jurusan Hubungan Internasional. Latar belakang pendidikannya ini membuatnya fasih merangkai kata, yang kemudian mendorongnya menjadi seorang penulis dan juga penyanyi terkenal Karir Menulis Karya Dee yang merupakan salah satu inovasi di dunia perbukuan Indonesia adalah paduan fiksi dan musik dalam buku sekaligus album Rectoverso. Buku ini terbit pada Agustus 2008. ini adalah mahakarya unik dan pertama di Indonesia. "Rectoverso" merupakan hibrida dari fiksi dan musik, terdiri dari sebelas cerita pendek dan sebelas lagu yang bisa dinikmati secara terpisah maupun bersama-sama. Keduanya saling melengkapi bagaikan dua imaji yang seolah berdiri sendiri tapi sesungguhnya merupakan satu kesatuan. Inilah cermin dari dua dunia Dewi Lestari yang ia ekspresikan dalam napas kreatifitas tunggal bertajuk "Rectoverso". Dengar fiksinya. Baca musiknya. Lengkapi penghayatan anda dan temukanlah sebuah pengalaman baru. Cerpen yang paling terkenal dari buku ini adalah Malaikat Juga Tahu yang mengisahkan cinta seorang ibu kepada anaknya yang menderita autisme. Cerpen ini juga disajikan dalam sebuah lagu, dengan kisah dan judul yang sama. Salah satu model video klipnya yang menggugah adalah Lukman Sardi yang juga menjadi pemeran utama dalam Film Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Nilai yang menonjol pada analisis unsur ektrinsik ini adalah Pada akhirnya, jika semua Cinta di dunia di adu, siapapun-tidak hanya Malaikat, bahkan Tuhan pun tau Cinta Bunda-lah yang akan Jadi Juaranya. Karena cinta Bunda sejati. Abadi. Tidak ada yang menandingi. Lebih murni dari cinta siapapun di dunia ini. Cinta Bunda adalah bentuk Cinta Tuhan kepada manusia. Tuhan mengirimkan seorang Malaikat yang nyata, yang terkadang kita lupa menyadarinya bahwa dia adalah seorang malaikat. Dia adalah Bunda. Ibu kita. Manusia adalah makluk sosial yang selalu membutuhkan interaksi sesama walaupun memiliki perbedaan karakteristik satu sama lain bahkan pertemuan di meja makan dengan memiliki selera yang sama dari masakan Bunda, dapat mempersatukan dalam kehangatan sebuah pertemuan dengan kuantitas yang banyak. “Banyak orang yang bertanya-tanya tentang persahabatan mereka berdua. Orang-orang penasaran tentang topik obrolan mereka dan apa kegiatan perempuan itu selama berjam-jam di sana. Sudah jadi pengetahuan umum bahwa ibu dari laki-laki itu, yang mereka sebut Bunda, sangat pandai memasak. Rumah Bunda yang besar dan memiliki banyak kamar adalah rumah indekos paling legendaris. Bahkan, ada ikatan alumni tak resmi dengan anggota ratusan, dipersatukan oleh kegilaan mereka pada masakan Bunda. Setiap Lebaran” Manfaat Cerpen Pemilihan dan penetapan cerpen sebagai bahan/materi pembelajaran tentunya harus mengikuti kriteria yang sudah ditetapkan secara umum yaitu a. Dilihat dari segi bahasanya, cerpen ini jelas menggunakan bahasa yang bisa dipahami pembaca orang Indonesia, yaitu bahasa Indonesia. Tidak hanya ini, gaya bahasanya pun menarik dan pilihan katanya pun dapat memperkaya kosa kata siswa dalam hal bidang keagamaan. b. Latar belakang budaya yang ditampilkan pun masih terasa umum. Jadi, siapa pun baik yang beragama Islam, kristen, Hindu,maupun Budha bisa dengan mudah memahaminya dan tidak menimbulkan pertentangan yang mendasar. awalnya sih tau judul ini dari lagu dan bingung maksudnya apa. pas baca novelnya ternyata paham maksudnya apa. kalau dari lirik bisa dianalisi begini. Lelahmu...jadi lelahku jugaBahagiamu...bahagiaku pastiBerbagi takdir kita selaluKecuali tiap kau jatuh hatiKali ini hampir habis dayakuMembuktikan padamu ada cinta yang nyata Setia hadir setiap hariTak tega biarkan kau sendiriMeski sering kali kau malah asyik sendiriKarena kau tak lihatTerkadang malaikat tak bersayapTak cemerlang, tak rupawanNamun kasih ini, silakan kau aduMalaikat juga tahuSiapa yang jadi juaranyaHampamu tak kan hilang semalamOleh pacar impian, tetapi kesempatanUntukku yang mungkin tak sempurnaTapi siap untuk diujiKu percaya diri, cintakulah yang sejatiNamun tak kau lihatTerkadang malaikat tak bersayap,Tak cemerlang, tak rupawanNamun kasih ini, silakan kau aduMalaikat juga tahuSiapa yang jadi juaranyaKau selalu meminta terus kutemaniDan kau s'lalu bercanda andai wajahku digantiMelarangku pergi karena tak sanggup sendiriNamun tak kau lihatTerkadang malaikat tak bersayap,Tak cemerlang, tak rupawanNamun kasih ini, silakan kau aduMalaikat juag tahuAku kan jadi juaranya jadi terlihat bahwa maknanya jika dilihat menyeluruh itu gak ada cinta setulus itu kecuali cintanya orang tua. diliat pada baik pertama itu memang kesedihan anak itu akan menjadi kesedihan orang tua karena orang tua itu membahagiakan anaknya bukan main dengan usaha dan perjuangan yang gak mudah. kalau bahagia sudah pasti dan jelas sekali menjadi tujuannya. terlebih kita jarang menyadari bahwa malaikat itu adalah orang tua karena malaikat bukan perihal bentuk dan rupa tetapi rasa dan kehangatan yang dirasakan seseorang. dilihat pada lirik Namun tak kau lihatTerkadang malaikat tak bersayap,Tak cemerlang, tak rupawanNamun kasih ini, silakan kau aduMalaikat juga tahuSiapa yang jadi juaranyadan yang paling ngena ini sihKali ini hampir habis dayakuMembuktikan padamu ada cinta yang nyata Setia hadir setiap hariTak tega biarkan kau sendiriMeski sering kali kau malah asyik sendirijadi ga perlu kita galau atau patah hati berlarut. ga perlu merasa down merasa ga ada orang yang sayang sama kita, karena cinta sejati itu ada di sekeliling kita dan kita harus syukuri itu.
Rectoverso 11 Cerita Pendek Dee - Oleh: Dewi Dee Lestari - Sebuah kisah indah selalu melekat dalam kenangan, seperti jejak yang ditatah di atas karang. Rectoverso adalah kisah itu, segala emosi terwakili di dalamnya. Ada kesedihan, suka cita, ragu-ragu, ketakutan, membentuk alur penuh cabang, meski pada akhirnya akan kembali kepada muara yang sama.
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis cerpen malaikat juga tahu karya Dee Lestari. Penelitian ini menggunakan pendekatan objektif, yang dimaksud adalah pendekatan yang mengkhususkan pada karya sastra tersebut secara terstruktur, sistematis. Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis cerpen malaikat juga tahu karya Dewi Lestari adalah menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang dimaksud adalah menganalisis secara menyeluruh, luas, dan mendalam. Dalam penelitian ini penulis menganalisis unsur intrinsik cerpen malaikat juga tahu karya dewi lestari yang memiliki hasil yaitu tema, tokoh, penokohan, alur, sudut pandang, latar, gaya Bahasa, dan amanat. manfaat penelitian ini dapat membantu untuk memahami isi dan pesan yang disampaikan penulis kepada pembaca. Dengan menggunakan kata yang mudah dipahami, konflik cerita yang sangat menyentuh hati, cerpen ini membuat saya dapat lebih memahami apa isi cerpen tersebut. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this IsnainiIndra PermanaRiana Dwi LestariThe stories that traditional societies believe in that have developed and spread over the generations have given birth to the concept of collective memory and belief. These memories and beliefs manifest into myths. In many traditions of indonesian society, myth is born from mite, a story that involves the supernatural power, namely the power of the Gods. In Sundanese culture, mites often tell the story of the Gods who descended to earth with a certain mission. This study discusses the Sanghyang Kenit mite which used to be considered a sacred story. Mite Sanghyang Kenit is discussed in a dual perspective, namely as a story of the past and as a cultural artifact that manifests as a tourist destination. The method used in this study is descriptive qualitative with the object of the story as data. In addition, SWOT matrices strenghts; weaknesses; opportunities; and threats are used to analyze Sanghyang Kenit as a tourist destination in terms of uniqueness, authenticity, and scarcity. The results showed that Sanghyang Kenit mite can be a natural tourist attraction in Rajamandala Kulon village, West Bandung regency, namely by proving the existence of continuity between mites and potential tourist HerlianiHeri IsnainiPeni PuspitasariPenyuluhan ini bertujuan untuk menunjukkan pentingnya literasi pada siswa SMK terlebih di masa pandemik Covid 19. Literasi merupakan bagian dari proses peningkatan kemampuan siswa dalam memahami kompetensi dan peningkatan kemampuan berpikirnya. Kegiatan literasi adalah penghela untuk meningkatkan kemampuan siswa di bidang kompetensi sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Siswa SMK yang sudah dibekali dengan bidang keahlian akan dibantu dengan maksimal dengan program literasi yang terarah dan terukur. SMK Profita kota Bandung adalah sekolah kejuruan yang memiliki 3 bidang keahlian, yaitu bidang keahlian akuntansi keuangan lembaga; otomatisasi tata kelola perkantoran, dan bisnis daring pemasaran. Ketiga bidang keahlian tersebut dapat dimaksimalkan dengan wujud literasi yang baik dan efektif. Gerakan Literasi Sekolah GLS adalah wujud keseriusan pemerintah dan sekolah dalam memaksimalkan literasi di sekolah. Gerakan ini menjadi tanggung jawab semua warga sekolah untuk meningkatkan kompetensi siswa melalui gerakan literasi. Penyuluhan ini dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu 1 pengumpulan data dengan observasi dan pengamatan langsung; 2 persiapan penyuluhan yang terdiri atas persiapan materi dan media daring yang digunakan; 3 pelaksanaan penyuluhan dengan proses pemberian materi melalui media daring; 4 Evaluasi kegiatan. Hasil dari kegiatan penyuluhan ini menunjukkan tingkat literasi yang rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor ketersediaan bahan literasi, ketidaktahuan siswa, kurangnya motivasi berliterasi, dan teknik membaca yang salah. Dengan demikian, penyuluhan ini adalah usaha dan upaya untuk menumbuhkembangkan kegiatan literasi pada siswa SMK sehingga literasi dapat menjadi bagian untuk meningkatkan keahlian Christian SuryawinMaryadi WijayaHeri IsnainiThe language and context of speech cannot be separated from each other, the two intertwine in tandem and complement each other. The communication process uses language as a medium for conveying its message. Communicators speakers, communicants speakers, messages, and speech situations are necessary parts of communication that are expected to be smooth communication and the delivery of messages. The delivery of the message by the speaker becomes hampered when there is a misalignment of understanding received by the speaker. This is what pragmatics is trying to interpret. Pragmatics is the study of the relationship of language to its context. In a comprehensive understanding of language in communication will give birth to language functions that ultimately form a strong language character. It is presented in the article on speech acts and implicature in the use of IsnainiArtikel ini membahas konsep mistik-romantik pada tragedi bencana meletusnya gunung Krakatau pada novel Drama dari Krakatau karya Kwee Tek Hoay. Novel ini terinspirasi oleh novel Baron Edward Bulwer-Lytton yang berjudul The Last Day of Pompeii yang diterbitkan tahun 1834. Drama dari Krakatau karya Kwee Tek Hoay disajikan dengan konsep realis yakni dengan menampilkan deskripsi meletusnya gunung Krakatau pada tahun 1883. Artikel ini bertujuan menunjukkan konsep tersebut dengan menganalisisnya berdasarkan tataran tanda dalam konvensi novel. Mistik-romantik dalam novel ini dimaknai sebagai peristiwa yang digambarkan dalam perpektif sastrawan atas peristiwa bencana yang terjadi melalui kacamata karya sastra. Meletusnya gunung berapi Krakatau yang menewaskan puluhan ribu orang dan membuat bencana lain tersebut diposisikan sebagai bagian intertekstualitas oleh Kwee Tek Hoay dalam sudut pandang sastra. Sekaitan dengan itu, sastra dapat dipahami sebagai dokumen sejarah yang menggambarkan peristiwa secara jujur. Akhirnya, artikel ini menunjukkan novel Drama dari Krakatau sebagai alat dokumentasi tentang peristiwa bencana dengan balutan romansa cerita khas novel Melayu Tionghoa. Kata Kunci Krakatau, Kwee Tek Hoay, mistik-romantik, novel, sastra bencana Abstract This article discusses the mystical-romantic concept of the tragedy of the eruption of Mount Krakatau in the novel “Drama dari Karakatau” by Kwee Tek Hoay. The novel was inspired by Baron Edward Bulwer-Lytton's novel The Last Day of Pompeii published in 1834. The drama from Krakatau by Kwee Tek Hoay is presented with a realist concept, namely by displaying a description of the eruption of Mount Krakatau in 1883. This article aims to demonstrate the concept by analyzing it based on the state of signs in the novel convention. The mystics in this novel are interpreted as events depicted in the literati's perspective of catastrophic events that occur through the lens of literary works. The eruption of the Krakatau volcano that killed tens of thousands of people and made another disaster was positioned as part of intertextuality by Kwee Tek Hoay from a literary point of view. Related to it, literature can be understood as a historical document that describes events honestly. Finally, this article shows the novel “Drama dari Krakatau” as a tool for documentation of catastrophic events wrapped in the romance of stories typical of Chinese Malay novels. Keywords Krakatau, Kwee Tek Hoay, mystic-romantic, novel, disaster literatureHeri IsnainiYulia HerlianiArtikel ini membahas ideologi eksistensialisme pada puisi “Prologue” karya Sapardi Djoko Damono. Tujuan penelitian ini yakni untuk menunjukkan konsep ideologi eksistensialisme yang dibangun melalui struktur puisi dan relasi makna pada puisi “Prologue”. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif analitik dengan memfokuskan pada data dan objek penelitian teks. Pembahasan ideologi eksistensialisme difokuskan pada aspek-aspek tanda yang terdapat pada puisi tersebut. Pada penelitian ini, ideologi eksistensialisme diejawantah berdasarkan relasi tanda yang muncul sebagai bagian dari representasi yang mewakili sesuatu yang lain. Tanda-tanda yang akan dianalisis mengacu penanda dan petanda. Representasi terhadap tanda ini akan merujuk pada makna eksistensialisme yang ada pada keseluruhan puisi. Selain itu, pembahasannya akan diperkuat dengan intertekstualitas, yakni keterkaitan puisi “prologue” dengan teks lain. Hasil penelitian ini menunjukkan struktur puisi, relasi tanda, tataran tanda, dan makna menunjukkan konsep ideologi eksistensialime mengarah pada konsep kesadaran manusia akan diri, lingkungan, dan Tuhannya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan wacana atas konsep ideologi dalam Levi-Strauss Mitos dan Karya SastraH S Ahimsa-PutraAhimsa-Putra, H. S. 2012. Strukturalisme Levi-Strauss Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta Kepel Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya SastraAminuddinAminuddin. 1995. Stilistika Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang IKIP Semarang Pemberian Hadiah terhadap Minat Siswa dalam Menulis Teks Cerpen pada Siswa SMP. Parole Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaD ApriliantiM N HerawatiH IsnainiAprilianti, D., Herawati, M. N., & Isnaini, H. 2019. Pengaruh Pemberian Hadiah terhadap Minat Siswa dalam Menulis Teks Cerpen pada Siswa SMP. Parole Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, IKIP Siliwangi, Vol. 2 Sajak Teori, Metodologi, dan AplikasiAtmazakiAtmazaki. 1991. Analisis Sajak Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Bandung Ideologi dan Sastra HibridaS D DamonoDamono, S. D. 1999. Politik Ideologi dan Sastra Hibrida. Jakarta Pustaka pada Puisi "Perjalanan ke Langit" Karya Kuntowijoyo. Aksentuasi Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaH IsnainiIsnaini, H. 2022d. Semiotik-Hermeneutik pada Puisi "Perjalanan ke Langit" Karya Kuntowijoyo. Aksentuasi Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP Subang, Volume 3, Nomor 1, Humor Pada Puisi "IklanH IsnainiY HerlianiIsnaini, H., & Herliani, Y. 2022a. Gaya Humor Pada Puisi "Iklan" Karya Sapardi Djoko Damono Jurnal Metabasa Universitas Siliwangi, Volume 4, Nomor 1, dalam Perpektif Greimas. Yogyakarta Pustaka PelajarJabrohimJabrohim. 1996. Pasar dalam Perpektif Greimas. Yogyakarta Pustaka stilistika puisi Sapardi Djoko DamonoT E TarsyadTarsyad, T. E. 2011. Kajian stilistika puisi Sapardi Djoko Damono. Banjarmasin Tahura Media.
Karenakau tak lihat terkadang malaikat A G#m B Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan A B E C#m Namun kasih ini silakan kau adu F#m A B E Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya A E Hampamu tak kan hilang semalam A Oleh pacar impian E F#m E
oleh Dewi “Dee” Lestari Laki-laki dan perempuan itu terbaring di atas rumput, menatap bintang yang bersembulan dari carikan awan kelabu. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan. Perempuan itu hafal rutinitas ketat yang berlaku di sana. Laki-laki di sebelahnya memangkas rumput setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu. Mencuci baju putih setiap Senin, baju berwarna gelap setiap Rabu, baju berwarna sedang setiap Jumat. Menjerang air panas setiap hari pukul enam pagi untuk semua penghuni rumah. Menghitung koleksi sabun mandinya yang bermerek sama dan berjumlah genap seratus, setiap pagi dan sore. Banyak orang yang bertanya-tanya tentang persahabatan mereka berdua. Orang-orang penasaran tentang topik obrolan mereka dan apa kegiatan perempuan itu selama berjam-jam di sana. Sudah jadi pengetahuan umum bahwa ibu dari laki-laki itu, yang mereka sebut Bunda, sangat pandai memasak. Rumah Bunda yang besar dan memiliki banyak kamar adalah rumah indekos paling legendaris. Bahkan, ada ikatan alumni tak resmi dengan anggota ratusan, dipersatukan oleh kegilaan mereka pada masakan Bunda. Setiap Lebaran, Bunda memasak layaknya katering pernikahan. Terlalu banyak mulut yang harus diberi makan. Namun, jika cuma akses tak terbatas atas masakan Bunda yang jadi alasan persahabatan mereka berdua, orang-orang tidak percaya. Laki-laki itu, yang biasa mereka panggil Abang, adalah makhluk paling dihindari di rumah Bunda, nomor dua sesudah blasteran Doberman yang galaknya di luar akal, tapi untungnya sekarang sudah ompong dan buta. Abang tidak galak, tidak menggigit, tapi orang-orang sering dibuat habis akal jika berdekatan dengannya. Setiap pagi dia membangunkan seisi rumah itu dengan ketukannya di pintu dan secerek air panas untuk mandi. Dia menjemput baju-baju kotor dan bisa ngadat kalau disetorkan warna yang tidak sesuai dengan jadwal mencucinya. Sekalipun sanggup, Bunda tidak bisa memasang pemanas air bertenaga listrik atau sel surya. Anaknya harus menjerang air. Secerek air panas dan mencuci baju sewarna adalah masalah eksistensial bagi Abang. Mengubah rutinitas itu sama saja dengan menawar bumi agar berhenti mengedari matahari. Bukannya tidak mungkin berkomunikasi wajar dengan Abang, hanya saja perlu kesabaran tinggi yang berbanding terbalik dengan ekspektasi. Dalam tubuh pria 38 tahun itu bersemayam mental anak 4 tahun, demikian menurut para ahli jiwa yang didatangi Bunda. Sekalipun Abang pandai menghafal dan bermain angka, ia tak bisa mengobrolkan makna. Abang gemar mempreteli teve, radio, bahkan mobil, lalu merakitnya lagi lebih baik daripada semula. Dia hafal tahun, hari, jam, bahkan menit dari banyak peristiwa. Dia menangkap nada dan memainkannya persis sama di atas piano, bahkan lebih sempurna. Namun, dia tidak memahami mengapa orang-orang harus pergi bekerja dan mengapa mereka bercita-cita. Perempuan di pekarangan itu tahu sesuatu yang orang lain tidak. Abang adalah pendengar yang luar biasa. Perempuan itu bisa bebas bercerita masalah percintaannya yang berjubel dan selalu gagal. Tidak seperti kebanyakan orang, Abang tidak berusaha memberikan solusi. Abang menimpali keluh kesahnya dengan menyebutkan daftar album Genesis dan tahun berapa saja terganti pergantian anggota. Gerutuannya pada kumpulan laki-laki berengsek yang telah menghancurkan hatinya dibalas dengan gumaman simfoni Beethoven dan tangan yang bergerak-gerak memegang ranting kayu bak seorang konduktor. Abang tidak bisa beradu mata lebih dari lima detik, tapi sedetik pun Abang tidak pernah pergi dari sisinya. Ia pun menyadari sesuatu yang orang lain tidak. Laki-laki di sampingnya itu bisa jadi sahabat yang luar biasa. Barangkali segalanya tetap sama jika Bunda tidak menemukan surat-surat yang ditulis Abang. Untuk kali pertamanya, anak itu menuliskan sesuatu di luar grup musik art rock atau sejarah musik klasik. Ia menuliskan surat cinta—kumpulan kalimat tak tertata yang bercampur dengan menu makanan Dobi, blasteran Doberman yang tinggal tunggu ajal. Tapi ibunya tahu itu adalah surat cinta. Barangkali segalanya tetap sama jika adik Abang, anak bungsu Bunda, tidak kembali dari merantau panjang di luar negeri. Sang adik, kata orang-orang, adalah hadiah dari Tuhan untuk ketabahan Bunda yang cepat menjanda, disusul musibah yang menimpa anak pertamanya, seorang gadis yang bahkan tak sempat lulus SD, yang meninggal karena penyakit langka dan tak ada obatnya, lalu anak keduanya, Abang, mengidap autis pada saat dunia kedokteran masih awam soal autisme sehingga tak pernah tertangani dengan baik. Anak bungsunya, yang juga laki-laki, menurut orang-orang adalah figur sempurna. Ia pintar, normal, dan fisiknya menarik. Ia hanya tak pernah di rumah karena sedari remaja meninggalkan Indonesia demi bersekolah. Barangkali sang adik tetap menjadi figur yang sempurna jika saja ia tidak memacari perempuan satu-satunya yang dikirimi surat cinta oleh kakaknya. Bunda tahu, secerek air panas dan cucian berwarna seragam sudah resmi bergandengan dengan rutinitas lain perempuan itu. Dan bagi Abang, rutinitas tidak sekadar hobi, tetapi eksistensi. Kali pertama Bunda mengetahui si bungsu dan perempuan itu berpacaran, Bunda langsung mengadakan pertemuan empat mata. Ia memilih perempuan itu untuk diajak bicara pertama karena dipikirnya akan lebih mudah. “Bagi kamu, ini pasti terdengar aneh. Mereka dua-duanya anak Bunda. Tapi kalau ditanya, siapa yang bisa mencintai kamu paling tulus, Bunda akan menjagokan Abang.” Perempuan itu terenyak. Apa-apaan ini? pikirnya gusar. Jangan pernah bermimpi dia akan memilih manusia satu itu untuk dijadikan pacar. Jelas tidak mungkin. Bunda melanjutkan dengan suara tertahan, “Dia mencintai tidak cuma dengan hati. Tapi seluruh jiwanya. Bukan basa-basi surat cinta, tidak cuma rayuan gombal, tapi fakta. Adiknya bisa cinta sama kamu, tapi kalau kalian putus, dia dengan gampang cari lagi. Tapi Abang tidak mungkin cari yang lain. Dia cinta sama kamu tanpa pilihan. Seumur hidupnya.” “Tapi… Bunda bukan malaikat yang bisa baca pikiran orang. Bunda tidak bisa bilang siapa yang lebih sayang sama saya. Tidak akan ada yang pernah tahu.” Saat itu mata Bunda berkaca-kaca. Begitu juga dengan matanya. Tak lama mereka menangis berdua. Namun, ia tahu perbedaan dirinya dengan Bunda. Bagi perempuan itu, cinta tanpa pilihan adalah penjara. Ia ingin dirinya dipilih dari sekian banyak pilihan. Bukan karena ia satu-satunya pilihan yang ada. Masih sambil berbaring, dengan punggung tangannya, perempuan itu mengusap-usap rumput. Lengannya bergerak lambat dan gemulai seolah menarikan tari perpisahan. Ini akan menjadi malam Minggu terakhirnya di pekarangan serapi lapangan golf. Semalam mereka bicara bertiga. Dia, Bunda, dan si bungsu. “Dia tidak bodoh.” “Bunda, saya tahu dia tidak bodoh.” “Dia akan segera tahu kalian berpacaran.” “Mami, lebih baik dia tahu sekarang daripada nanti setelah kami menikah.” Bunda melengakkan kepala dengan tatapan tak percaya. “Bagi abangmu, apa bedanya sekarang dan nanti?” “Kami tidak mungkin sembunyi-sembunyi seumur hidup!” Anak laki-lakinya setengah berseru. “Kalau perlu, kalian harus sembunyi-sembunyi seumur hidup!” balas Bunda lebih tegas. “Ini tidak adil. Ini tidak masuk akal…,” protes anaknya lagi. “Jangan bicara soal adil dan masuk akal. Aturan kamu, aturan kita, tidak berlaku bagi dia…,” desis Bunda, “kamu tidak tinggal di rumah ini. Kamu tidak mengenalnya seperti Mami.” Suatu hari, pernah ada anak indekos yang jail. Dia menyembunyikan satu dari seratus sabun koleksi Abang. Bunda sedang pergi ke pasar waktu itu. Abang mengacak-acak satu rumah, lalu pergi minggat demi mencari sebatang sabunnya yang hilang. Tiga mobil polisi menelusuri kota mencari jejaknya. Baru sore hari ia ditemukan di sebuah warung. Ada sabun yang persis sama dipajang di etalase dan Abang langsung menyerbu masuk untuk mengambil. Penjaga warung menelepon polisi karena tidak berani mengusir sendiri. Kejadian itu mengharuskan Abang diterapi selama beberapa bulan ke rumah sakit dan diberi obat-obat penenang. Bunda tahu betapa anaknya membenci rumah sakit dan obat-obatan itu hanya membuat otaknya rapuh. Tak ada yang memahami bahwa seratus sabun adalah syarat bagi anaknya untuk beroleh hidup yang wajar. “Kamu harus tetap kemari setiap malam minggu. Tidak bisa tidak,” kata Bunda kepada perempuan itu. “Dan selama di rumah ini, kalian tidak boleh kelihatan seperti kekasih. Buat kalian mungkin tidak masuk akal. Tapi hanya dengan begitu abangmu bisa bertahan.” Selepas berbicara dengan Bunda, mereka berbicara berdua. Mereka sepakat untuk selama-lamanya pergi dari kehidupan rumah itu. Tidak mungkin mereka terpenjara setiap minggu di sana. Mereka menolak menjadi bagian dari ritual menjerang air, cuci baju, dan seratus sabun. Di pekarangan dengan tinggi rumput seragam, perempuan itu mengucapkan selamat tinggal di dalam hati. Persahabatan yang luar biasa ternyata mensyaratkan pengorbanan di luar batas kesanggupannya. Perempuan itu mengucap maaf berkali-kali dalam hati. Sejenak lagi, malam Minggu terakhir mereka usai. YYYYYYY Bunda menangisi setiap malam Minggu. Tidak pakai air mata karena ia tidak punya cukup waktu. Ia menangis cukup dalam hati. Semua anak indekos kini menyingkir jika malam Minggu tiba. Mereka tidak tahan mendengar suara lolongan, barang-barang yang diberantaki, dan seseorang yang hilir mudik gelisah mengucap satu nama seperti mantra. Menanyakan keberadaannya. Kalau beruntung, Abang akhirnya kelelahan sendiri lalu tertidur di pangkuan ibunya. Kalau tidak, sang ibu terpaksa menutup hari anaknya dengan obat penenang. Pada setiap penghujung malam Minggu, Bunda bersandar kelelahan dengan bulir-bulir besar peluh membasahi wajah, anaknya yang berbadan dua kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat. Selain dengkuran dan napas anaknya yang memburu, tidak ada suara lain di rumah besar itu. Semua pergi. Dobi telah mati. Bunda tak bisa dan tak merasa perlu mengutuk siapa-siapa. Mereka yang tidak paham dahsyatnya api akan mengobarkannya dengan sembrono. Mereka yang tidak paham energi cinta akan meledakkannya dengan sia-sia. Perempuan muda itu benar. Dirinya bukan malaikat yang tahu siapa lebih mencintai siapa dan untuk berapa lama. Tidak penting. Ia sudah tahu. Cintanya adalah paket air mata, keringat, dan dedikasi untuk merangkai jutaan hal kecil agar dunia ini menjadi tempat yang indah dan masuk akal bagi seseorang. Bukan baginya. Cintanya tak punya cukup waktu untuk dirinya sendiri. Tidak perlu ada kompetisi di sini. Ia, dan juga malaikat, tahu siapa juaranya. Diketik ulang dari buku Dee. RectoVerso 11 Cerita Pendek Dee. Yogyakarta Bentang, 2013. Catatan Bhayu Cerpen ini diketik ulang sebagai rujukan bagi pembaca yang tertarik. Karena dalam beberapa artikel tulisan penulis berikutnya akan menyebutkan inspirasi dari sini.
Sejenaksaya melirik pojokan ruang redaksi yang diisi oleh sebuah lemari kecil berisi beberapa puluh buku. Terselip Rectoverso, hasil barter kerjasama talkshow dengan penerbitnya. Hmm, Novel dan cerpen Dewi Lestari selalu berhasil mengubah mood saya jadi bagus. Ketika baca Novel Petir, saya sukses ngakak-ngakak di pojokan kantor.
Sumberdata yang digunakan adalah buku cerpen Rectoverso karangan Dewi Lestari yang terdiri dari 170 halaman. Terdapat 9 judul cerpen yang akan menjadi sumber data, yaitu Tidur, Firasat, Cecak di Dinding, Peluk, Hanya Isyarat, Aku Ada, Selamat Ulang Tahun, Malaikat Juga Tahu, dan Curhat Buat Sahabat.
DewiLestari 16. fmerimbunkan Bukit Ligar yang gersang, ia juga telah membuat hallmark memori, antara dia dan. cucunya, lewat pohon kopi. Kota ini boleh jadi amnesia. Demi wajahnya yang baru (dan tak cantik), Bandung memutus. hubungan dengan sekian ratus pohon yang menyimpan tak terhitung banyaknya memori. Kota ini.
Perempuanitu Analisis Unsur-unsur Lirik Lagu, Cerpen, Video Klip Malaikat Juga Tahu Karya Dewi Lestari . berjumlah genap seratus dan Abang akan menghitung koleksinya itu setiap Pagi dan Sore. Bagi abang seratus sabun adalah syarat bagi dia untuk hidup yang wajar. Saat yang paling tepat untuk bermalam minggu di pekarangan" Dewi Lestari
KompilasiChord- Berikut adalah kunci gitar Dewi Lestari - Malaikat Juga Tahu yang kamu cari-cari, lagu ini dapat kamu mainkan dengan mudah dengan mengganti nada dasar, dan silahkan ganti chord sesuai dengan nada vokal kamu. Jika teman-teman merasa chord ini ada yang tidak tepat silahkan berikan masukan melalui menu kontak di website ini.
🌻🌻Music : Media :Instagram : thenasafirahttp://instagram.com/thenasafira Tiktok : thenasafirahttps://vt.tiktok.com/ZSdh
MalaikatJuga Tahu merupakan cerpen kedua dalam Rectoverso, menceritakan persahabatan Abang dengan tokoh perempuan. Abang mengidap autis pada saat dunia kedokteran masih awam soal autisme sehingga tak pernah tertangani dengan baik. Perempuan itu hafal rutinitas ketat Abang. Abang memangkas rumput setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu.
DownloadKARAOKE MALAIKAT JUGA TAHU (DEWI LESTARI) 6.07 MB - 04:25 mp3 by Last Enemy on Channel Songs
KumpulanCerpen - Dewi Lestari. KITAB MERAH G30SPKI. Mereka Bilang Di Sini Tidak Ada Tuhan. Benny mengibaratkan dirinya yang dipercaya untuk menjaga Yerry sebagai "malaikat sekaligus iblis." Benny malah lebih parah ketimbang adiknya, Mereka juga mau agar saya tahu bahwa saya dilahirkan di Indonesia," katanya.
.