⛅ Amalan Kh Hasan Genggong
TerhadapPenggunaan Hak Pilih Santri Zainul Hasan Genggong probolinggo Dalam Pemilihan Presiden 2014” dituilis oleh Mudawamah Fakultas Usuluddin Dan Filsafat, Jurusan Filasaf Politik islam, UIN Sunan Ampel Surabaya (Skripsi 2015). Skripsi ini membahas tentang bagaimana tipologi Kiai dalam pesantren zainul hasan genggong, 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID A0hZ2ATLf1lRaHy0ePikgCBsqV0D2r5ZoIQAcVQawdzz3rVNgQsjGg==KH. Moh. Hasan GenggongA. Biografi Pengasuh. PERIODE KE II DARI TAHUN 1865 SAMPAI TAHUN 1952 Nama Pembina KH. Mohammad Hasan nama kecil Ahsan bin Syamsudin.Tempat dan tanggal lahir Sentong, Krejengan, Probolinggo-Jatim 27 Rojab 1259H./bertepatan Th. 1840 Pondok Pesantren Sentong dibawah asuhan KH. Syamsuddin, hubungan keluarga paman Almarhum KH. Mohammad Hasan dimulai sejak kecil sampai usia 14 Pesantren Sukonsari, Pojentrek-Pasuruan Asuhan KH. Mohammad Pesantren Bangkalan selama 3 tahun asuhan KH. Mohammad Cholil di Pesantren ini menggembleng diri serta memperdalam semua Ilmu ibadah Haji sekaligus belajar dan memperdalam Ilmu Agama selama 3 tahun di Mekkah Al AlmarhumIndonesia KH. Syamsuddin, KH. Rofi’i Sentong Mohammad Tamin Sukonsari Moh. Cholil Jazuli Nahcrowi sepanjang Chotib Bangkalan Maksum Sentong Arabia KH. Moh. Nawawi Bin Umar Banten Marzuki Mataram Mukri Sundah Bakri bin Sayyid Moh. Syatho Al Husaian bin Muhammad bin Husain Al Habsyi Al Marhum KH. Moh. Hasan semua kanak-kanak serta sahabat-sahabat semasa di perantauan Sukunsari, Bangkalan dan Mekkah adalah cukup banyak. Selain KH. Rofi’i Sentong yang merupakan saudara dan sahabat beliau yang paling akrab, juga beliau-beliau dibawah ini KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng Nawawi Sidogiri Nachrowi Belindungan Abd. Aziz Kebunsari kulon Syamsul Arifin Sukorejo Sholeh Pesantren Sa’id Poncogati Dahlan Sukunsari Abd. Rahman Godangan SidoarjoHabib Alwie Habib yang lebih dekat dengan beliau adalah Habib Hasyim Al Habsyi Abdullah Al Habsyi Sholeh bin Abdullah Al Habsyi Hasan bin Umar Al Habsyi Ahmad bin Alwie Al Habsyi Sholeh Al Hamid Tanggul Husain bin Hadi Al Sholeh bin Muhammad Al Muhdar Abu Bakar Al Muhdar Muhammad Al Muhdar Salim bin Jindan Karya Berupa kitab-kitab untuk kepentingan santri Beliau menyediakan waktu untuk membuat karangan-karangan, yang berhasil diinventariser oleh Ahlil Bait antara lain Aqidatul Tauhid Fie Ilmu TauhidNadlam Safienah Fiel FighiAl Hadts Ala Tartibil Akhrufi Hija-iyahKhutbatun NikahKhutbah Jum’atAsy Syi’ru Bil Lughotil ManduriyyahAmaliyah sehari-hariKebiasaan bangun malam, telah menjadi kebiasaan sejak beliau menjadi santri dan kesempatan ini dimanfaatkan untuk melakukan solatullail antara lain Sholat Tahajut, Sholat Hajat. Kebiasaan ini dilaksanakan secara istiqomah setiap hari sampai menjelang waktu tekun menuntut ilmu di pondok, kezuhudan dan kekhusyu’an sudah terlihat dalam diri beliau, dengan demikian dirasakan kenikmatan TUHAN sesuai dengan ayat “Sungguh Berbahagialah orang-orang yang beriman Yaitu mereka yang khusyuk didalam sholatnya”. Ayat ini benar diresapi oleh beliau sekaligus mendo’akan para santri beliau utamanya para putra-putra dan cucu-cucu beliau didalam menegakkan Agama Islam di negara kita tercinta Indonesia. Komunikasi dengan anggota masyarakat untuk mengembangkan Ajaran Islam, hubungan kekeluargaan telah dijalin dengan baik sehingga masyarakat dengan Pesantren Zainul Hasan dapat menyatu, meskipun beliau telah sepuh setiap ada kematian diperlukan hadir begitu pula pengajian dan undangan walimah diutamakan Mengajar. Kegiatan mengajar di pondok dilaksanakan oleh Al Marhum sebagai pertanggung jawab terhadap para wali santri yang telah menitipkan putranya di pondok, amanat ini dilaksanakan oleh Al Marhum secara tekun dan bersungguh-sungguh dengan pengaturan waktu sebagai berikut Setiap ba’da shubuh dimulai jam dan berakhir ba’da ashar sampai menjelang maghribSetiap ba’da Isya’ sampai larut malamKomunikasi dengan Lingkungan. Komunikasi ini sebagai kelanjutan dari Al Marhum KH. Zainul Abidin sebagai realisasi dari usaha menyatukan pesantren dengan anggota masyarakat, sekaligus berkomunikasi tersebut dapat menampung aspirasi dari orang tua santri, masyarakat, sehingga dengan informasi-informasi ini dapat dijadikan landasan untuk mengembangkan pesantren ke arah sistem pendidikan dan pengajaran yang lebih baik, komunikasi dengan masyarakat luas diatur sebagai berikut Waktu pagi mulai ba’da subuh sampai jam mengaji ilmu fiqih, sesudah jam sampai menjelang dzuhur dipergunakan untuk memenuhi tamu yang datang dari dalam/luar daerah/memenuhi hajat seseorang yang baikdalam/luar daerah sepeti walimah, rapat pengajian, kunjungan kekeluargaan,/silaturrahmi baik dengan famili, keluafga dekat, atau sahabat-sahabat sholat dzuhur dipergunakan untuk menyempatkan tidur sebentar Qoilula, sesudah ashar beliau mengajar tafsirWaktu sesudah maghrib sampai menjelang waktu Isya’ dipergunakan untuk keperluan santri yang berhajar sowan, mohon ijin atau hajar lainnya yang menyangkut masalah Tholabul Ilmi/Masa’il-masa’il yang sulit dipecahkan para santriMengajar Al Qur’an dan ilmu alat seperti Nahwu, Sharraf, Balghah dll. Sesudah Isya’ kadang-kadang beliau mengadakan da’wah keagamaan melalui rapat-rapat pengajian baik yang diadakan oleh perorangan atau organisasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama’, dalam rangka pembangunan mental agama di lingkungan masyarakat tanpa mengenal lelah, kapan dan dimana Marhum dan perjuangan PENJAJAHAN BELANDA. Pada zaman penjajahan Belanda, Al Marhum selamanya bersikap non cooperation Uzlah dengan pihak pemerintah India-Belanda. Oleh karenanya, segala unsur yang berbau penjajah ditolak dan dilarang oleh Al Marhum. Betapapun kondisi fisik Al Marhum pada saat-saat memuncaknya angkara penjajah, nampak lemah karena usia, namun Al Marhum juga sempat menghadiri rapat-rapat akbar di pelosok-pelosok tanpa mengenal payah. Al Marhum sebagai rakyat dari bangsa suatu Negara, tidak pernah absen dalam perjuangan mengusir penjajah dari bumi Tabligh-tabligh beliau pidato-pidatonya menanamkan rasa kebangsaan yang kuat serta menanamkan keyakinan Iman Islam dan Ikhsan dengan suara Ayat Al Qur’an Hadits Nabi Muhammad saw. Di dalam ikut sertanya Al Marhum merintis Kemerdekaan Negara kita tercinta PENJAJAHAN JEPANGPada saat musim paceklik tengah melanda masyarakat, khususnya di daerah sekitar pondok genggong ditambah lagi keganasan serdadu jepang mengumbar nafsu merampasi kekayaan yang ada pada masyarakat. Peristiwa yang cukup rumit ini,menyebabkan penderitaan kekurangan pangan terhadap penduduk di sekitar Maha Pengasih dan Maha kasih sayang Tuhan yang di salurkannya lewat Almarhum. Sebab tidak jauh dari kediaman Almarhum telah diketemukannya sejenis tumbuhan yang berbentuk bulat-bulat di sawah yang dinamakan ANGGUR BUMI. Buah anggur bumi inilah yang akhirnya menjadi pelepas haus dan makanan masyarakat. Anehnya, walaupun anggur itu berulangkali di ambil malah bertambah banyak. Karna masyarakat benar-benar merasakan mamfaatnya, maka merekapun bersyukur dan berterimakasih kepada perang kemerdekaan bangsa Indonesia, jauh sebelumnya telah dirasakan oleh Almarhum. Namun Almarhum toh memerintahkan kepada putranya yang bernama K. Nasnawi wafat, untuk membentuk barisan pejuang dengan nama “ANSHORUDINILLAH”, sebagai barisan untuk memepertahankan Negara Agama. Dan ini benar, sebab tidak lama kemudian pemberontakan di Surabaya meletus. Kemudian timbul inisiatif dari komandan polisi Kraksaan Bapak Abd. Karim, untuk menjadikan barisan tersebut sebagai pasukan inti digaris depan. Kemudian, berdasarkan hasil musyawarah, nama ANSHODINILLAH itu dirubah menjadi “BARISAN SABILILLAH”.Barisan Sabilillah ini kemudian dikirim ke tulangan Sidoarjo antara lainnya di dalamnya terdapat Non Akhsan, Lora Sufyan, dan situasi yang gawat ini, tidak sedikit para pejuang angkatan 45 yang datang kepada Al Marhum untuk memohon do’a restu, demi kejayaan dan keselamatan perjuangan bangsa melawan penjajah yang akan memasuki kembali wilayah bumi tercinta disaat berkobarnya api perjuangan menghadapi aksi penjajah Belanda dalam class I dan II. Pondok Genggong juga dijadikan sebagai kubu pertahanan gerilyawan- gerilyawan. Disini Al Marhum memberikan gemblengan kepada santri- santrinya memberikan santapan bathin serta mendo’akan bagi gerilyawan- gerilyawan demi keselamatan Al Marhum yang bernama Kiyai Syamsuddin bertempat tinggal di desa Sentong Krejengan Probolinggo dan Ibunda Almarhum bernama Hajjah Khadijah, namun masyarakat memanggil beliau dengan Kiyai Miri dan Nyai Miri. Ayah Bunda Almarhum adalah seorang yang Taqwa kepada Allah, taat ibadahnya, sholatnya dan puasanya, ahli shodaqoh baik kepada santri-santrinya maupun pada masyarakat diri almarhum telah nampak adanya kelebihan- kelebihan sejak kecil dari saudara-saudaranya serta kerabat-kerabatnya. Sifat-sifat yang melekat di dalam dada almarhum, tidak terdapat pada diri saudara-saudara dan kawan-kawannya. Sikap sopan, tawadhu’, ramah tamah pada semua pihak, dermawan, cerdas pikirannya, cepat daya tangkap hafalannya serta teguh daya ingatannya, merupakan sifat yang memang dimiliki oleh almarhum sejak kecil lebih-lebih sikap qana’ah menerima apa adanya.
Text(MODERNISASI PEDIDIKAN PESANTREN TRADISIONAL (Studi Tentang Peran Kh. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah Di Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo)) Published Version Probolinggo, Gontornews — Kiai Hasan Genggong, demikian biasa dipanggil. Ia memiliki nama lengkap KH Muhammad Hasan bin Syamsuddin bin Qoiduddin. Kiai Hasan Genggong lahir pada 27 Rajab 1259 atau 23 Agustus 1840, bertepatan dengan peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW di Desa Sentong, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo, dari pasangan Kiai Syamsuddin dan Nyai Hasan Genggong, merupakan salah satu pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong ini, merupakan sosok panutan di zamannya. Kealiman dan kewalian Kiai Hasan tak diragukan lagi. Bahkan, pengasuh kedua Pesantren Zainul Hasan Genggong ini juga dikenal sebagai wali Hasan Sepuh, sapaan akrab beliau, mempunyai budi pekerti yang sangat tinggi serta welas asih. Tak hanya kepada sesama manusia, Kiai Hasan juga memberikan kasih sayangnya kepada makhluk lain seperti situs resmi Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, diungkapkan bahwa jejak kesantrian Kiai Hasan Genggong dimulai sejak usia belia sampai dewasa. Dari mondok di sejumlah pesantren di tanah air, berlanjut nyantri ke Mekkah dan masa mudanya, Kiai Hasan Genggong pernah mengenyam pendidikan baik di dalam negeri dan di luar negeri, diantaranya; Pesantren Sentong, Krejengan dibawah asuhan KH. Syamsuddin, Pesantren Sukonsari, Pojentrek-Pasuruan Asuhan KH Mohammad Tamin, Pesantren Bangkalan selama 3 tahun asuhan KH. Mohammad Cholil dan selama 3 tahun di Mekkah Al kalangan ulama sepuh Nahdlatul Ulama NU, Kiai Hasan Genggong senantiasa dijadikan sebagai sosok yang selalu diminta nasihat dan pertimbangan persoalan NU dan proses awal pendirian organisasi NU, almarhum Kiai Hasan Genggong juga diminta pendapat dan nasihat oleh almarhum KH Wahab Hasbullah; KH As’ad Syamsul Arifin; dan para pendiri NU yang lain atas rekomendasi dari Syaikhona Kholil Bangkalan dan Syeikh KH Hasyim Asy’ Hasan Sepuh yang dikenal sebagai sosok ulama dengan kezuhudannya, selalu menjadi tempat rujukan ketika ulama pendiri NU akan mengambil keputusan. Ketika NU lahir pada 1926 pada saat bumi nusantara masih dicengkeram penjajah Belanda, Kiai Hasan Genggong menjadikan Pesantren Genggong sebagai basis perjuangan masa penjajahan, Kiai Hasan Genggong turut berkontribusi dalam mengusir penjajahan, khususnya di wilayah Jawa Timur. Betapapun kondisi fisiknya pada saat-saat memuncaknya angkara penjajah, nampak lemah karena usia, namun Almarhum tetap berusaha menghadiri rapat-rapat akbar di pelosok-pelosok tanpa mengenal juga pada masa penjajahan Jepang, ia dengan sikap tegas melawannya. Ketika itu musim paceklik tengah melanda masyarakat, khususnya di daerah sekitar pondok Kiai Hasan Genggong melawan penjajah mengembara hingga detik-detik kemerdekaan bangsa Indonesia. Sinyal kemerdekaan itu jauh sebelumnya telah dirasakan oleh Kiai ini menjadi jelas ketika ia memerintahkan kepada putranya yang bernama K. Nasnawi wafat, untuk membentuk barisan perjuang dengan nama “Anshorudinillah”, sebagai barisan untuk mempertahankan Negara ini terbukti. Sebab tidak lama kemudian pemberontakan di Surabaya meletus. Kemudian timbul inisiatif dari komandan polisi Kraksaan, Abd. Karim, untuk menjadikan barisan tersebut sebagai pasukan inti di garis depan. Kemudian, berdasarkan hasil musyawarah, nama Anshorudinillah itu diganti menjadi “Barisan Sabilillah”.Dalam situasi yang gawat ini, tidak sedikit para pejuang angkatan 45 yang datang kepada Kiai Hasan untuk memohon doa restu, demi kejayaan dan keselamatan perjuangan bangsa melawan penjajah yang akan memasuki kembali wilayah bumi tercinta Genggong juga dijadikan sebagai kubu pertahanan gerilyawan- gerilyawan. Di sini Kiai Hasan Genggong memberikan gemblengan kepada santri-santrinya memberikan santapan batin serta mendoakan bagi gerilyawan- gerilyawan demi keselamatan mengisi pengajian kitab tafsir di bulan puasa pada tahun 1955, Kiai Hasan mengatakan bahwa santri kembali ke pondok Genggong kala itu diganti tanggal 10 Syawal yang biasanya tanggal 15 Syawal karena menurut Kiai Hasan tanggal 11 Syawal akan ada pengajian besar. Ternyata pada 11 Syawal tersebut Kiai Hasan Genggong wafat di tengah-tengah santri yang sudah kembali ke pesantren. [Fath]Desember 11, 2021 641 am 3 Menit Membaca Oleh Ali Mursyid Azisi Sosok lain yang menjadi teladan dan panutan KH. Hasan Abdillah selain KH. Muhammad Shiddiq, Jember, KH. Achmad Qusyairi Pasuruan-Glenmore Banyuwangi, dan KH. Abdul Hamid Pasuruan, ada salah satu Maha Gurunya yang tidak kalah memberi kesan dalam perjalanan hidup dan nyantri Kiai Hasan Abdillah. Beliau adalah KH. Mohammad Hasan bin Syamsuddin bin Qodiduddin Al Qodiri Al Hasani,[1] Genggong, Probolinggo. Selain pernah nyantri di Genggong, Kiai Hasan Abdillah memiliki hubungan guru—murid erat dengan Syekh Hasan Gengggong. Pemilik nama kecil Ahsan bin Syamsudin yang kemudian dikenal sebagai KH. Mohammad Hasan Genggong, lahir pada 27 Rajab 1259 H atau bertepatan tahun 1840 M, di Sentong, Krenjengan, Probolinggo, Jawa Timur. Jika melihat latar belakang Kiai Mohammad Hasan Genggong memang lahir dari keluarga Kiai, maka tidak heran ia dikenal akan kesalehan dan kecerdasannya, bahkan disebut sebagai salah satu Ulama besar Indonesia. Riwayat pendidikannya berawal dari Pesantren Sentong yang waktu itu dinahkodai KH. Syamsudin. Lalu lanjut ke Pesantren Sukonsari, Pojentrek, Pasuruan, yang ketika itu diasuh oleh KH. Mohammad Tamim. Kemudian melanjutkan nyantrinya selama tiga tahun kepada Syaikhona Mohammad Cholil, Bangkalan, Madura. Serta ke Makkah ketika menunaikan ibadah Haji sekaligus memperdalam ilmu agama selama tiga tahun. Selain dikenal akrab dengan Ulama besar lainnya seperti halnya KH, Hasyim Asy’ari, Tebuireng Jombang, KH. Nawawi Sidogiri Pasuruan, KH. Syamsul Arifin Sukorejo Situbondo, dan beberapa Ulama lainnya, KH. Mohammad Hasan Genggong juga akrab dengan KH. Achmad Qusyairi bin Shiddiq Ayahanda KH. Hasan Abdillah. Setiap kali berkunjung ke Pesantren Genggong, Kiai Mohammad Hasan langsung menyuruh santri-santrinya untuk segera mengaji kepada KH. Achmad Qusyairi. Kebiasaan KH. Mohammad Hasan Genggong ketika malam yaitu dimanfaatkan untuk sholat hajat dan Tahajjud, dan hal ini dilakukan secara istiqamah sejak menjadi santri. Itulah mengapa salah satu keilmuan istiqamah beliau ditiru oleh Kiai Hasan Abdillah Glenmore. Semasa KH. Hasan Abdillah nyantri di Pesantren Genggong, ia dikenal sebagai seorang yang sakti dengan ilmu-ilmu dan amalan yang tidak masuk akal, termasuk nyeleneh. Namun, hal itu diketahui oleh Kiai Mohammad Hasan Genggong. “Sudah ya, ilmu itu dibuang, diganti sholawat saja” tutur KH. Mohammad Hasan, Genggong. Sejak saat itu KH. Hasan Abdillah tidak lagi menggunakan ilmu-ilmu nyeleneh yang dikenal sakti oleh rekan-rekan mondoknya dan kerap mengamalkan sholawat dari Kiai Mohammad Hasan. Dalam riwayat pun yang diceritakan Kiai Washil Hifdzi Haq, banyak amalan sholawat Kiai Hasan Abdillah yang bersanad kepada Kiai Mohammad Hasan, Genggong,[2] seperti halnya ijazah hasbunallah wa nikmal wakil. Bahkan Kiai Hasan Abdillah Banyak menceritakan kisah hidup Kiai Mohammad Hasan Genggong kepada putra-putrinya bahkan santri-santrinya. Dalam catatan sejarah, Kiai Hasan Abdillah untuk pertama kalinya didatangi Nabi Muhammad secara langsung ketika masih mengenyam pendidikan di Pesantren Genggong. Hubungan Kiai Hasan Abdillah dengan keluarga Pesantren Genggong dikenal begitu erat. Bahkan Kiai Hasan Abdillah begitu akrab dengan cucu kesayangan al-Arif Billah KH. Mohammad Hasan Genggong, yaitu Ahmad Tuhfah Nahrawi atau dikenal dengan Non/Lora/Syekh Tuhfah bin Nahrawi bin Hasan. Dalam riwayat Non Tuhfah ketika umur belasan tahun sudah mengarang kitab, padahal ia nyantri satu kali dan hanya dalam kurun waktu satu minggu, yaitu kepada KH. Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang.[3] Diceritakan oleh Kiai Washil bahwa hubungan KH. Hasan Abdillah selain akrab, juga kerap kali keduanya saling bertukar ijazah amalan-amalan, mulai dari sholawat dan lainnya.[4] Mohammad Hasan Genggong dikenal sebagai seorang wali/sufi dan salah satu Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah. Beliau wafat pada 1 Juni 1955 M atau bertepatan 11 Syawal 1374 H, di Genggong, Probolinggo. Al-Fatihah [1] Nama lain Kiai Mohammad Hasan yaitu “KH. Hasan Sepuh” [2] Washil Hifdzi Haq putra KH. Hasan Abdillah, Wawancara, Surabaya 10 Juni 2021. [3] Ibid. [4] Washil Hifdzi Haq, Wawancara, 10 Juni 2021.PROBOLINGGO KH. Mohammad Hasan Genggong, pendiri Pesantren Zainul Hasan Genggong, Kraksan, Probolinggo, Jawa Timur, dikenal sebagai ulama yang wara’ dan penuh karomah.Kisah-kisah hidupnya dipenuhi dengan ketulusan dan kasih sayang kepada sesamanya. Kecintaannya kepada ilmu dan habaib sangat besar sehingga siapa saja habaib
Dalamrangka memperingati Tahun Baru Islam (Hijriah), Haul KH Moh Hasan sepuh dan KH Sholeh Nahrawi Genggong, Dusun Asem,Desa Temenggungan Kec Krejengan Ber
MbahHasan Genggong sangat taat dan patuh pada gurunya. Bahkan saat Mbah Kholil Bangkalan menyuruhnya untuk dikubur sedalam leher di kebun belakang.. Diriwayatkan bahwa saat akhir masa belajarnya, Mbah Hasan Genggong dipendam hingga sebatas leher oleh Mbah Kholil Bangkalan tanpa diketahui santri lainnya. Setelah 40 hari 40 malam, Mbah Kholil
Didalamriwayat kiyai Hamid pasuruan dikala beliau mengalami sakit beliau berkata. Seandainya satu kali saja aku mengata aduh atas sakit ku ini maka semua pangkat kewalian ku ini akan dicabut Allah swt.
UNZAHGENGGONG– Ketua Yayasan Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong, KH. Moh. Hasan Mutawakkil ‘Alallah, S.H., M.M., hadir langsung dalam pengukuhan Mahasiswa Baru (MABA) Universitas Islam Zainul Hasan (UNZAH) Genggong.. Dikemas dalam bentuk INAGURASI pada kesempatan tersebut kiai Mutawakkil manyampaikan kuliah umum Niat Tata Cara dan Amalan Sunah Sholat Idul Adha. andie. Sabtu, 09 Juli 2022 | 09:45 WIB. Karomah KH. Hasan Sepuh Genggong, Tolong Tamu Tenggelam Saat Berlayar Dari Daratan. Syubbanul Muslimin Makin Mendunia, Gus Hafidz : Kita Harus Menguasai Multimedia.PolresProbolinggo memastikan pelaku penyerangan pada salah satu pengasuh Ponpes Zainul Hasan, Genggong, itu mengalami gangguan jiwa hasan KH Ahsan. Berita Populer. Negara Tanggung Biaya Persalinan Ibu Hamil. Fantastis, Dindik Ponorogo Dapat Kucuran Dana Rp 19 Miliar untuk Perbaikan SD. Relaksasi Kredit UMKM Diusulkan Diperpanjang Hingga
.